Wednesday, September 19, 2018

Apa Itu Tauhid



Tauhid adalah suatu hukum bahwa sesungguhnya Allah swt. Maha Esa....

Sebahagian ahli hakikat berkata, “erti bahawa Allah swt. itu Esa, adalah penafian segala pembahagian terhadap Dzat; penafian terhadap penyerupaan tentang Hak dan Sifat-sifat-Nya, serta penafian adanya teman yang menyertai-Nya dalam Kreativiti dan Cipta-Nya....”

Dzun Nuun al-Mishry ditanya tentang tauhid, la berkata, “Hendaknya engkau ketahui bahawa kekuasaan Allah terhadap makhluk ini tanpa ada campur tangan dari selain-Nya sama sekali; cipta-Nya terhadap segala sesuatu tanpa unsur luar; tak ada sebab langsung segala yang terjadi adalah dari hakikat ciptaan-Nya tapi semua berkait dengan ketuhanan; ciptaan-Nya pun tidak ada cacat dan kurang. Setiap yang terprojeksi dalam gambaran jiwamu (tentang Allah), maka Allah swt. pasti berbeda....”

Al-Junaid ditanya berkaitan tauhid, jawabnya, “Menunggalkan Yang Ditunggalkan melalui pembenaran sifat Kemanunggalan-Nya, dengan Keparipurnaan Tunggal-Nya, bahawa Dia adalah Yang Maha Esa, Yang tidak beranak dan tidak diperanakkan, dengan menafikan segala hal yang kontra, mengandung keraguan dan keserupaan; tanpa keserupaan, tanpa bagaimana, tanpa gambaran dan tamsil. Tiada sesuatu pun yang menyamai-Nya, dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” Al Junaid berkomentar, “Bila akal para pemikir sudah mencapai ujungnya dalam tauhid, akan berujung pada kebingungan.” Saat kembali ditanya soal tauhid, al Junaid menjawab, “Suatu makna yang mengandungi rumus-rumus, dan di dalamnya terkandung sejumlah ilmu. Sedangkan Allah sebagaimana Ada-Nya....”

Al-Hushry berkata, “Prinsip amaliah tauhid kita mendasarkan pada lima hal: Menghilangkan sifat baru (hadits); menunggalkan Yang Qadim; menghindari teman (yang mungkar); berpisah dari tempat tinggal; dan melupakan apa yang diketahui dan tidak....”


Manshur al-Maghriby berkata, “Tauhid adalah menggugurkan seluruh perantara ketika terliput oleh perilaku ruhani, dan kembali kepada perantara itu di sisi hukum, sebab kebajikan-kebajikan tidak akan merubah pembahagian, apakah celaka atau bahagia....”

Al Junaid ditanya soal tauhidnya kalangan khusus. Ia berkata, “Hendaknya hamba menengadahkan di sisi Allah swt.; di mana urusan-urusan Allah berlaku di sana dalam lintasan hukum-hukum kekuasaan-Nya dalam harungan samudera tauhid-Nya, melalui fana’ dari dirinya, fana’ dari ajakan makhluk dan menjawab ajakannya, melalui hakikat Wujud-Nya, dan kemanunggalan-Nya dalam hakikat kedekatan pada-Nya, dengan cara menghilangkan rasa dan geraknya kerana tegaknya Allah swt. sebagaimana kehendak-Nya: yaitu sang hamba dikembalikan pada awalnya. Sehingga la sebagaimana adanya, sebelum dirinya ada....”

Al-Busyaniy ditanya tentang tauhid, “Tidak adanya keserupaan Dzat dan tidak adanya faktor penafian sifat,” jawabnya....

Sahl bin Abdullah ditanya soal Dzat Allah swt. Dia menjawab, “Dzat Allah swt. disifati dengan sifat Ilmu, tetapi tidak bisa diterka melalui jangkauan, tidak terlihat melalui mata di dunia. Allah swt. maujud melalui kebenaran iman, tanpa dibatasi, jangkauan dan penjelmaan. Mata akan memandang di akhirat nanti, yang tampak di kerajaan dan kekuasaan-Nya. Makhluk telah tertirai dalam mengenal eksistensi Dzat-Nya. Namun Allah swt. menunjukan melalui ayat-ayat-Nya. Hati mengenal-Nya, sedang akal tidak menemukan-Nya. Orang-orang yang beriman melihat-Nya dengan matahati tanpa adanya jangkauan dan penemuan hujungnya....”

Al-Junaid berkata, “Kata-kata paling mulia dalam tauhid adalah apa yang telah diucapkan oleh Abu Bakar ash-Shiddiq r.a, `Maha Suci Dzat Yang tidak menjadikan jalan bagi makhluk-Nya untukmengenal-Nya, kecuali dengan cara merasa tak berdaya mengenal-Nya....”

Berkata Al-Junaid , “Dimaksudkan oleh Abu Bakar ash-Shiddiq r.a. bahawa Allah swt. itu tidak bisa dikenal. Sebab menurut ahli hakikat, yang dimaksud dengan tak berdaya, adalah tak berdaya dari maujud, bukan tak berdaya dalam erti tiada sama sekali (ma’dum). Seperti tempat duduk, ia tak berdaya dari duduknya seseorang. Kerana ia tidak bisa berupaya dan berbuat. Sedangkan duduk itu sendiri maujud di dalamnya. Begitu pula orang yang arif (mengenal Allah swt.) tak berdaya dengan ma’rifatnya. Sedangkan ma’rifat itu maujud di dalam dirinya, kerana sifatnya yang langsung. Menurut kalangan Sufi, Ma’rifat kepada Allah swt. pada hujung terakhirnya adalah bersifat langsung. Ma’rifat yang dilakukan melalui usaha hanya ada pada permulaan, walaupun ma’rifat itu mencapai hakikat.’ Ash-Shiddiq r.a. sedikit pun tidak memperhitungkan ma’rifat yang disandarkan pada ma’rifat langsung, seperti lampu, ketika matahari terbit dan cahayanya membias pada lampu itu....”

Al-Junaid berkata, “Tauhid yang dianut secara khusus oleh para Sufi, adalah menunggalkan Yang Qadim jauh dari yang hadits (baru), keluar meninggalkan tempat tinggal, memutus segala tindak dosa, meninggalkan yang diketahui ataupun tidak diketahui, dan Allah swt. berada dalam keseluruhan....”



Yusuf ibnul Husain berkata, “Siapa yang tercebur dalam samudera tauhid, tidak akan bertambah dalam waktu yang berlalu, kecuali rasa dahaga yang terus menerus....”

Yusuf ibnul Husain berkata, “Tauhidnya orang khusus, yaitu tauhid itu total dengan batinnya, jiwa dan kalbunya. Seakan-akan ia berdiri di sisi Allah swt. mengikuti ketentuan yang berlaku dalam aturan-Nya dari hukum-hukum Qudrat-Nya, mengarungi lautan fana’ dari dirinya, hilangnya rasa kerana tegak-Nya Al-Haq Yang Maha Suci dan Luhur dalam kehendak-Nya. Maka, sebagaimana dikatakan, bahawa dia hendaknya berada dalam arus ketentuan Allah swt....”



One Mysterious Generation Official 489
Pondok Usang Teratak Buruk
35000 Tapah The Blues

#AlifLamMim #OMG489 #LegasiTG13
#CintaHatiBeta #MaalHijrah #InsanFaqir
#TitianPerjalanan #KulluNafsinZaikatulMaut

No comments:

Post a Comment